"Sains Islam Pemantik Lahirnya SAINS Modern"
Rosulullah Muhammad SAW memperkenalkan ajaran Islam di Jazirah Arab pada sekitar abad ke 7 M. Setelah satu abad kematian beliau pada 632 M, pengikutnya (kaum muslimin) telah berhasil melakukan berbagai penaklukan dalam memperluas kekuasaanya hingga mencapai Spanyol dan perbatasan China. Seni dan ilmu pengetahuan berkembang pesat di Jazirah Arab sejak tahun 900 hingga 1200. Pada masa ini, muncul para filsuf dan ilmuan muslim yang luar biasa cerdas. Mereka memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan filsafat dan sains di dunia. Secara jujur mereka mengakui bahwa mereka terispirasi oleh filsafat dan pengetahuan dari kekaisaran agung yang sebelumnya telah dikembangkan oleh pera filsuf serta ilmuan dari Yunani dan Persia.
Para filsuf dan ilmuan muslim berperan penting dalam proses menyalurkan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Merekalah yang menjadi jembatan bagi sampainya filsafat dan ilmu pengetahuan dari zaman Yunani kuno hingga masa modern, dimana pada masa pertengahan para ilmuan barat sedang mengalami ‘krisis’ pengetahuan karena pemikiran mereka didominasi oleh dogma teologi gereja ortodoks. Filsuf dan ilmuan muslimlah yang pada masa pertengahan tampil terdepan dalam meggagas problem-problem filsafat dan ilmu pengetahuan. Berkat filsuf dan ilmuan muslim tersebut, ilmu pengetahuan pada masa modern dapat dimungkinkan. Dengan kata lain, berkat jasa mereka kemajuan dunia ilmu pengetahuan (termasuk teknologi) dapat berkembang sedemikian pesat seperti sekarang ini. Tanpa mereka, informasi tentang filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani kuno (yang begitu penting peranannya dalam dunia ilmu pengetahuan) tidak akan sampai pada kita.
Ilmuan dan Filsuf Muslim yang Termasyur
Ibn Sina
Di Eropa, nama Ibn Sina dikenal sebagai Aviciena. Ia adalah filsuf sekaligus ilmuan yang serba bisa dalam bebagai aspek keilmuan. Ibn Sina menulis sekitar 270 buku. Ia lahir di Bokhara, Iran. Di usia 16 tahun Ibn Sina sudah mulai belajar ilmu kedokteran. Diluar itu, ia juga seorang pengacara (ahli hukum) dan seorang guru besar sains. Ia juga terlibat dalam kegiatan politik dan aktif sebagai seorang penasehat perpolitikan Iran.
Ibn Sina menulis Canon, sebuah buku termasyur tentang ilmu kedokteran. Karya ini sangat mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran di Eropa sampai abad 17. Hukum Islam melarang pembedahan tubuh manusia, jadi buku Ibn Sina sebagian besar hanya berisi tentang bagaimana cara yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit-penyakit, dan bagaimana cara mengobatinya tanpa melakukan pembedahan. Dalam buku itu ia juga menjelaskan bagaimana cara yang tepat untuk membuat obat-obatan. Ibn Sina juga menulis sebuah ensiklopedia berjudul The Cure yang isinya mencakup berbagai problem keilmuan, mulai dari filsafat sampai matematika dan fisika.
Ahli Kimia Muslim
Bagian lain dimensi keilmuan Arab yang juga menarik adalah tentang Alkimia. Dengan berbekal kemampuan Alkimia, dimungkinkan seseorang bisa merekayasa suatu logam yang kurang berharga (besi misalnya) menjadi logam berharga seperti emas. Terkadang Alkimia Arab dipandang sebagai ilmu yang negatif. Hal tersebut terjadi karena dalam praktek keilmuannya para ahli Alkimia juga menggunakan sihir dan mantra. Namun sebenarnya, diluar penggunaan sihir dan mantra, para ahli Alkimia juga melakukan observasi dan eksperimen. Observasi dan eksperimen inilah yang menjadi cikal bakal bagi metodologi sains pada masa modern. Alkimia Arab adalah ilmu yang menjadi fondasi bagi lahirnya ilmu Kimia dan Mineralogi.
Salah satu nama yang mendominasi bidang Alkimia Arab adalah Al-Razi (c.854-935). Orang Eropa mengenalnya dengan sebutan Rhazes. Ia lahir di Rayy, Iran. Al-Razi adalah ilmuan muslim termayhur dibidang ilmu obat-obatan dan kedokteran pada abad ke 9 dan abad ke 10. Al-Razi juga seorang yang banyak mempertanyakan problem pengajaran keagamaan, namun pada bidang yang terahir ini ia tidak terlalu populer.
Al-Razi mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk Alkimia. Ia sangat menolak bidang Alkimia yang menggunakan sihir dan mantra. Al-Razi lebih memfokuskan diri pada bidang Alkimia yang berpangkal-tolak dari uji empiris eksperimental. Ia sangat tertarik melakukan penelitian terhadap substansi-substansi kimia. Ia berusaha memberikan definisi yang jelas terhadap teknik-teknik mempelajari dan menggunakan ilmu Alkimia, seperti misalnya tentang penyulingan, dan lain sebagainya. Al-Razi juga mengusulkan perlengkapan laboratorium penelitian Alkimia dengan beberapa instrumen penting seperti kuningan yang banyak digunakan dalam perhitungan geometri. Instrumen kunigan ini berisi informasi tentang nama-nama logam, yang kelak pada masa modern bakal lebih disempurnakan lagi menjadi tabel sistem periodik unsur.
Ilmu Alkimia yang dikembangkan oleh Al-Razi ini di publikasikan dalam buku komperehenshif yang membahas tentang Alkima, obat-obatan dan kedokteran, yang dikemudian hari pengaruhnya sangat besar terutama pada negara-negara seperti Yunani, India dan China.
Ahli Astronomi Muslim
Nama besar pada bidang astronomi dimiliki oleh Abu Rayhan al-Biruni (973-c.1050). Ia lahir di Khwarazm, Armenia. Ia mulai belajar sains sejak usia yang sangat muda. Pada usia 17 tahun ia sudah berhasil mendesain sebuah alat untuk mengobservasi matahari dan bintang-bintang. Tetapi, terjadiya perang pada tahun 995 memaksanya untuk segera melarikan diri meninggalkan tempat ia belajar astronomi. Akhirnya desain alat tersebut belum bisa direalisasikan menjadi kenyataan.
Dua tahun kemudian, Al-Biruni kembali ke negara tempat ia belajar astronomi. Setelah itu Al-Biruni memegang posisi penting dalam pengadilan pemerintahan. Disela-sela kesibukannya, ia melanjutkan studi ilmiahnya tentang astronomi. Ia kembali bereksperimen dengan desain alatnya yang belum direalisasikan itu. Akhirnya ia berhasil mendirikan sebuah bangunan yang didalamnya terdapat alat untuk mengobservasi matahari, bulan, dan bintang-bintang. Alat ini berbentuk bangunan melingkar yang besar dan tinggi, sedang isi dan atapnya dipenuhi dengan instrumen-inetrumen observasi. Alat ini disebut The Observatory (dibangun di Samarkand, c.1420). Berbeda dengan The Observatory buatan Al-Biruni, para astronom Turki melakukan pengamatan terhadap angkasa luar dengan sebuah alat yang dinamakanQuadrant.
Ketertarikan Al-Biruni tidak hanya terbatas pada bidang astronomi saja. Ia juga menulis sekitar 13.000 halaman berisi tentang teknik studi material geografi, matematika, optik (studi tentang mata dan lensa), kedokteran, obat-obatan, juga Alkimia. Ketertarikannya terhadap Alkimia mendorongnya untuk mempelajari komposisi logam dan mineral kimia. Tulisan ini ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu kimia modern. Tulisan lainnya adalah tentang mineralogi, yang diberi judul The Book of the Multitude of Knowledge of Precious Stones. Pada masa hidupnya, Al-Biruni menderita penyakit yang tak kunjung sembuh selama bertahun-tahun. Namun ia meninggal pada usia 80 tahun, dengan mewariskan lebih dari 140 buku dengan judul dan isi yang beragam.
Lensa dan Cahaya
Adalah Ibn al-Haytham (965-c.1040), seorang muslim yang paling termasyur di bidang ilmu fisika. Ia lahir di Basra, Iraq. Di Eropa ia dikenal dengan sebutan Alhazen. Ia pindah ke Cairo ketika ia bekerja di sebuah sekolah bernama the Academy selama masa kekuasaan Caliph al-Hakim (996-1020).
Dalam karya-karyanya, Al-Haytham tidak menulis secara terpisah antara ilmu optik, astronomi, dan matematika. Karya-karyanya tentang ilmu optik sangat luas dan sangat detail. Tulisannya tentang ilmu optik menjadi dasar bagi penyelidikan ilmu optik Eropa dikemudian hari. Bukunya yang terkenal berudul The Treasury of Optics. Dalam buku itu ia mengkritik ilmu optik yang sebelumnya dipercayai oleh ilmuan Yunani, bahwa mata mengirimkan sinar (semacam cahaya bias) pada setiap objek yang dilihatnya. Menurut Al-Haytham pandangan ini salah. Ia berpendapat bahwa justru sinar (bias cahaya) dari objeklah yang datang ke mata, sehingga mata dapat melihat benda-benda disekitarnya.
Al-Haytham juga melakukan pengujian terhadap efek pembiasan cahaya. Ia menyimpulkan bahwa pembiasan disebabkan adanya cahaya yang sinarnya berpindah dengan kecepatan berbeda, kemudian menembus pada material yang juga berbeda, seperti udara, kaca, dan air. Gagasan ini kemudian di munculkan lagi oleh Kepler dan Rene Descartes pada abad 17. Al-Haytham adalah orang pertama yang memperkenalkan Camera Obscura (kamera yang berbentuk kotak, dimana dalam kotak ini terdapat lubang yang mampu memproyeksikan gambar. Gambar tersebut kemudian diproyeksikan ke arah tembok. Kamera ini menjadi dasar inspirasi bagi munculnya LCD Proyektor yang kita kenal dewasa ini). Al-Haytham juga pernah membuat sebuah lubang di tembok, kemudian meletakkan Camera Obscura dilubang itu untuk merekam (mengambil gambar) proses terjadinya gerhana matahari. Pada dasarnya, kamera yang mulai di kembangkan di Inggris pada abad 19 adalah reduplikasi dari kamera yang dibuat oleh Al-Haytham. Termasuk kamera-kamera modern dewasa ini, prinsip kerjanya juga masih menggunakan dasar-dasar prinsip kerja optik yang dulu dikenalkan pertama kali oleh Al-Haytham.
Refleksi Terhadap Kesuksesan Pencapaian Sains Islam
Sebagaimana yang telah saya jelaskan diatas, bahwa Islam dahulu pernah mencapai kemajuan dibidang sains. Bahwa lmuan-ilmuan muslimlah yang ternyata meletakkan dasar metodologi bagi sains modern, terutama dibidang ilmu kedokteran, kimia, astronomi, dan ilmu fisika. Kejayaan sains Islam terjadi pada abad pertengahan, dimana pada waktu itu ilmuan Barat sedang dilanda krisis pengetahuan yang dikarenakan adanya dominasi dogma gereja. Namun sayang seribu sayang, dewasa ini dunia sains Islam tertinggal jauh oleh kemajuan Barat. Hal tersebut berawal dari kekalahan kaum muslimin dalam perang salib (dimana buku-buku mereka dirampas dan sebagian dibakar), tidak lagi ditemukan buku-buku para ilmuan muslim terdahulu.
Lantas apa sebab-sebab internal yang memungkinkan terjadinya kemunduran bagi sains Islam?
Banyak sekali sebab yang membuat dunia sains Islam terpuruk. Salah satunya adalah sufisme. Sufisme seringkali dikambinghitamkan sebagai tarekat-tarekat spiritual yang hanya berorientasi pada jiwa dan problem religi, sehingga kepedulian para penganut sufisme terhadap dunia ilmu pengetahuan menjadi tidak ada lagi. Banyak sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) yang muncul dikalangan umat islam sendiri. Kemunculan sufi palsu itu akhirnya menciptakan masyarakat mistik yang irrasional. Mereka meninggalkan ilmu pengetahuan rasional, dan lebih percaya terhadap ilmu-ilmu mistik seperti astrologi, primbon, dan perjimatan.
Selain itu, kemunduran sains Islam juga disebabkan oleh problem ekonomi dan problem politik, dimana sistem politik yang berkembang dewasa ini justru bukan sistem politik yang Islami, namun lebih banyak sistem politik yang sekuler. Sistem politik sekuler (baca: demokrasi, liberal, komunis dsb.) berpengaruh terhadap sistem ekonomi dan sistem lain yang terkait, termasuk sains dan teknologi. Sistem politik kenegaraan yang sekuler memunculkan keterasingan bagi kaum muslimin. Keterasingan (alienasi) tersebut menjauhkannya dari dirinya sendiri, dan pada akhirnya tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan sains.
Tentu masih banyak lagi faktor lain diluar yang telah saya sebutkan diatas. Salah satu faktor yang sangat jelas menciptakan kemunduran bagi sains Islam adalah hilangnya spirit sains Islam itu sendiri pada jiwa-jiwa kaum muslimin. Para ilmuan di zaman keemasan sains Islam dulu senantiasa mendasari aktifitas ilmiah mereka dengan ajaran Islam. Pendalaman sains mereka tidak semata-mata didasarkan pada rasa ingin tahu mereka terhadap sains, diluar itu mereka sadar akan tugasnya sebagai hamba Allah yang mengabdikan diri kepada Allah, dengan memilih sains sebagai medianya. Spirit seperti ini sudah mulai luntur dikalangan kaum muslim sekarang. Justru kebanyakan kaum muslim sekarang malah terlena dengan kemajuan sains, bahkan tidak jarang dari mereka yang justru menjauh dari ajaran agama hanya karena janji-jani kebenaran sains yang tentatif dan partikular.
-o0o-
Rujukan Informasi : The Usborne Book of Discovery – Islamic Science (Inventors, Scientists, Explorers) dan cmm.or.id
0 komentar:
Posting Komentar